ASAL MULA NEGERI BUTON
Tercatat dalam Negara Kertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 M. Dalam naskah kuno itu, negeri Buton disebut dengan nama Butuni. Digambarkan, Butuni merupakan sebuah desa tempat tinggal para resi yang dilengkapi taman, lingga dan saluran air. Rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru. Dalam sejarahnya, cikal bakal Buton sebagai negeri telah dirintis oleh empat orang yang disebut dengan Mia Patamiana. Mereka adalah: Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati. Menurut sumber sejarah lisan Buton, empat orang pendiri negeri ini berasal dari Semenanjung Melayu yang datang ke Buton pada akhir abad ke-13 M. Empat orang (Mia Patamiana) tersebut terbagi dalam dua kelompok: Sipanjongan dan Sijawangkati; Simalui dan Sitamanajo. Kelompok pertama beserta para pengikutnya menguasai daerah Gundu-Gundu; sementara kelompok kedua dengan para pengikutnya menguasai daerah Barangkatopa.
Sipanjongan dan para pengikutnya meninggalkan tanah asal di Semenanjung Melayu menuju kawasan timur dengan menggunakan sebuah perahu yang di beri nama LAKULEBA pada bulan Syaban 634 Hijriyah (1236 M). Dalam perjalanan itu, mereka singgah pertama kalinya di pulau Malalang, terus ke Kalaotoa dan akhirnya sampai di Buton, mendarat di daerah Kalampa. Kemudian mereka mengibarkan bendera Kerajaan Melayu yang disebut bendera Longa-Longa. Ketika Buton berdiri, bendera Longa-Longa ini dipakai sebagai bendera resmi di kerajaan Buton. Sementara Simalui dan para pengikutnya diceritakan mendarat di Teluk Bumbu, sekarang masuk dalam daerah Wakarumba. Pola hidup mereka berpindah-pindah hingga akhirnya berjumpa dengan kelompok Sipanjonga. Akhirnya, terjadilah percampuran melalui perkawinan. Sipanjonga menikah dengan Sibaana, saudara Simalui dan memiliki seorang putera yang bernama Betoambari. Setelah dewasa, Betoambari menikah dengan Wasigirina, putri Raja Kamaru. Dari perkawinan ini, kemudian lahir seorang anak bernama Sangariarana. Seiring perjalanan, Betoambari kemudian menjadi penguasa daerah Peropa, dan Sangariarana menguasai daerah Baluwu. Dengan terbentuknya desa Peropa dan Baluwu, berarti telah ada empat desa yang memiliki ikatan kekerabatan, yaitu: Gundu-Gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu. Keempat desa ini kemudian disebut Empat Limbo, dan para pimpinannya disebut Bonto. Kesatuan keempat pemimpin desa (Bonto) ini disebut Patalimbona. Mereka inilah yang berwenang memilih dan mengangkat seorang Raja. Selain empat Limbo di atas, di pulau Buton juga telah berdiri beberapa kerajaan kecil yaitu: Tobe-Tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Seiring perjalanan sejarah, kerajaan-kerajaan kecil dan empat Limbo di atas kemudian bergabung dan membentuk sebuah kerajaan baru, dengan nama kerajaan Buton. Saat itu, kerajaan-kerajaan kecil tersebut memilih seorang wanita yang bernama Wa Kaa Kaa sebagai raja. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1332 M. Berkaitan dengana asal-usul nama Buton, menurut tradisi lokal berasal dari Butuni, sejenis pohon beringin (barringtonia asiatica). Penduduk setempat menerima penyebutan ini sebagai penanda dari para pelaut nusantara yang sering singgah di pulau itu. Namun dari sebuah kitab sejarah yang berjudul Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wadaarul Munajat(Hakikat Asal kejadian Negeri Buton Dan Negeri Muna) nama BUTUNI berasal dari perkataan BATHNIY kata Arab bathni atau bathin, yang berarti perut atau kandungan. Diperkirakan, nama ini telah ada sebelum Majapahit datang menaklukkannya. Dalam surat-menyurat, kerajaan ini menyebut dirinya Butuni, orang Bugis menyebutnya Butung, dan Belanda menyebutnya Buton. Selain itu, dalam arsip Belanda, negeri ini juga dicatat dengan nama Butong (Bouthong). Ketika Islam masuk b. Kerajaan Buton dan Islam Dengan naiknya Wa Kaa Kaa sebagai raja, Kerajaan Buton semakin berkembang hingga Islam masuk ke Buton melalui Ternate pada pertengahan abad ke-16 M. Selama masa pra Islam, di Buton telah berkuasa enam orang raja, dua di antaranya perempuan. Perubahan Buton menjadi kesultanan terjadi pada tahun 1542 M (948 H), bersamaan dengan pelantikan Lakilaponto sebagai Sultan Buton pertama, dengan gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis. Setelah Raja Lakilaponto masuk Islam, kerajaan Buton semakin berkembang dan mencapai masa kejayaan pada abad ke 17 M. Ikatan kerajaan dengan agama Islam sangat erat, terutama dengan unsur-unsur sufistik. Undang-undang Kerajaan Buton disebut dengan Murtabat Tujuh, suatu terma yang sangat populer dalam tasawuf. Undang-undang ini mengatur tugas, fungsi dan kedudukan perangkat kesultanan. Di masa ini juga, Buton memiliki relasi yang baik dengan Luwu, Konawe, Muna dan Majapahit.____Foto Meriam Benteng Wolio
2. Silsilah Berikut ini daftar raja dan sultan yang pernah berkuasa di Buton. Gelar raja menunjukkan periode pra Islam, sementara gelar sultan menunjukkan periode Islam. Raja-raja: 1. Rajaputri Wa Kaa Kaa 2. Rajaputri Bulawambona 3. Raja Bataraguru 4. Raja Tuarade 5. Rajamulae 6. Raja Murhum Sultan-sultan: 1. Sultan Murhum (1491-1537 M) 2. Sultan La Tumparasi (1545-1552) 3. Sultan La Sangaji (1566-1570 M) 4. Sultan La Elangi (1578-1615 M) 5. Sultan La Balawo (1617-1619) 6. Sultan La Buke (1632-1645) 7. Sultan La Saparagau (1645-1646 M) 8. Sultan La Cila (1647-1654 M) 9. Sultan La Awu (1654-1664 M) 10. Sultan La Simbata (1664-1669 M) 11. Sultan La Tangkaraja (1669-1680 M) 12. Sultan La Tumpamana (1680-1689 M) 13. Sultan La Umati (1689-1697 M) 14. Sultan La Dini (1697-1702 M) 15. Sultan La Rabaenga (1702 M) 16. Sultan La Sadaha (1702-1709 M) 17. Sultan La Ibi (1709-1711 M) 18. Sultan La Tumparasi (1711-1712M) 19. Sultan Langkariri (1712-1750 M) 20. Sultan La Karambau (1750-1752 M) 21. Sultan Hamim (1752-1759 M) 22. Sultan La Seha (1759-1760 M) 23. Sultan La Karambau (1760-1763 M) 24. Sultan La Jampi (1763-1788 M) 25. Sultan La Masalalamu (1788-1791 M) 26. Sultan La Kopuru (1791-1799 M) 27. Sultan La Badaru (1799-1823 M) 28. Sultan La Dani (1823-1824 M) 29. Sultan Muh. Idrus (1824-1851 M) 30. Sultan Muh. Isa (1851-1861 M) 31. Sultan Muh. Salihi (1871-1886 M) 32. Sultan Muh. Umar (1886-1906 M) 33. Sultan Muh. Asikin (1906-1911 M) 34. Sultan Muh. Husain (1914 M) 35. Sultan Muh. Ali (1918-1921 M) 36. Sultan Muh. Saifu (1922-1924 M) 37. Sultan Muh. Hamidi (1928-1937 M) 38. Sultan Muh. Falihi (1937-1960 M). 3. Periode Pemerintahan Era pra Islam Kerajaan Buton berlangsung dari tahun 1332 hingga 1542 M. Selama rentang waktu ini, Buton diperintah oleh enam orang raja. Sementara periode Islam berlangsung dari tahun 1542 hingga 1960 M. Selama rentang waktu ini, telah berkuasa 38 orang raja. Sultan terakhir yang berkuasa di Buton adalah Muhammad Falihi Kaimuddin. Kekuasaannya berakhir pada tahun 1960 M. 4. Wilayah Kekuasaan Kekuasaan Kerajaan Buton meliputi seluruh Pulau Buton dan beberapa pulau yang terdapat di